CREATIVE TRC OF INDONESIA

Kamis, 03 Maret 2011


SEMINAR & WORKSHOP
Oleh: Mashari Ali

Setidaknya terdapat Empat pokok pemikiran yang masuk dalam pembahasana, yaitu:
  1. Peristilahan antara Seminar dengan Workshop
  2. Pembiayaan yang relatif mahal
  3. Mata acara (agenda kegiatan)
  4. Sebuah  usulan: Model seminar murah

  1. Tataran Konsep
Untuk mendudukan persoalan sebaiknya kita lihat dulu pemaknaan harfiahnya. Workshop adalah pelatihan kerja, yang meliputi teori dan praktek dalam satu kegiatan terintegrasi.

Sedangkan Seminar umumnya diartian sebagai sebuah diskusi dua arah. Seminar adalah sebuah tempat untuk menggodok ide. Ia bukanlah tempat untuk membenarkan diri. Setiap orang harus kritis namun menerima bila ada pendapat yang lebih baik. Di dalam seminar semua orang memiliki posisi yang sama. Sebuah seminar yang baik tidaklah harus menghasilkan sebuah kesimpulan tunggal. Setiap orang bisa pulang dengan pendapatnya masing-masing. Yang terpenting adalah mata mereka lebih terbuka, mereka telah melihat ide-ide baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh mereka.

Dengan memperhatikan uraian diatas, maka menurut hemat Penulis, aktivitas tahunan yang sering dilakukan PARI lebih tepat disebut Seminar daripada Workshop.

2. Tataran Realita
Sebagaimana disadari oleh Hariri sendiri yang kemudian dikuatkan oleh Bang Buyek bahwa pengambilan istilah itu ---dibaca:Workshop-Pen---adalah aspirasi dari para Anggota PARI. Namun dalam pandangan Hariri, hal ini merupakan  bentuk kebohongan publik yang semestinya tidak dilakukan oleh PARI. Disebut bohong, mengingat faktanya menunjukkan bahwa kegiatan yang dilangsungkan selama ini cenderung lebih tepat dinamakan seminar ketimbang workshop. Sedang Bang Buyek ---seorang aktivis Pari Jaya---memandangnya, hal ini dilakukan tidak lebih sebagai strategi agar Institusi tempat anggotanya mengabdi dapat memfasilitasinya.

Kembali pada “Workshop” yang banyak diusulkan oleh para anggota PARI, dalam penelaahan Penulis memungkinkan munculnya dua pemahaman. Pertama, workshop yang boleh jadi keberadaannya memang sangat dinanti-nanti oleh para anggota PARI, yaitu benar-benar kegiatan workshop yang selain diskusi juga ada prakteknya (on hand).  

 Kedua, mungkin saja workshop sebagaimana diterangkan oleh Bang Buyek, yakni sekadar ‘pinjam’ istilah guna memudahkan proses birokrasi. Mengingat berdasarkan pengalaman beberapa institusi Diklat pada Rumah sakit lebih akan meloloskan karyawannya diikutkan dalam kegiatan workshop daripada cuma sebatas seminar. Mana yang benar? Masih harus dilakukan penggalian informasi lebih lanjut, harus dikembangkan dalam bentuk penelitian yang lebih sistematis dan terrencana.

Bagi Penulis, persoalan ini semestinya menjadi “PR” serius yang selayaknya ditindaklanjuti oleh yang kompeten, dalam hal ini PARI Departemen Litbang (adakah Departemen tersebut? Wallahu a’lam).

PEMBIAYAAN MAHAL
Mengambil sampel pada kegiatan yang akan diselenggarakan pada akhir bulan ini saja (Maret 2011), biaya pendaftaran termurah adalah yang diadakan oleh Pengda DKI seharga Rp 750.00,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) sedang termahal Pengda Jateng senilai Rp 1.250.00,00 (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Munculnya angka tersebut sudah pasti telah melalui kalkulasi matang sebagai konsekwensi tuntutan layanan yang memuaskan. Diantaranya adalah tempat yang nyaman dan representatif, dalam hal ini biasanya menggunakan fasilitas hotel berbintang dan berkelas.
Untuk itu, menjadi menarik apa yang ditulis Ari Galuh de Jonge.

Biaya pendaftaran yang segede itu, tidak sebanding dengan pendapatan rata-rata radiografer muda yang bekerja di wilayah Jakarta. Informasi dari berbagai sumber terpercaya, diketahui gaji Radiografer pemula rata-rata hanya Rp 1.400.000,00 (Satu juta empat ratus ribu rupiah). Bila dipaksakan mengikuti acara tersebut dengan asumsi dana sendiri, yang bersangkutan dipastikan bakal tekor dan mengalami kesulitan dalam menyambung hidup di hari-hari selanjutnya, pasca mengikuti kegiatan PARI.

Tidak dipungkiri, memang, beberapa instansi ada yang bisa memperoleh sponsorship, bersyukurlah. Namun bila dibandingkan antara yang dapet dengan tidak, rasanya masih belum sepadan. Betapapun, kata Bung Hariri, kawan-kawan anggota PARI yang belum bernasib baik itu (gaji pas-pasan and minus sposorship) , mereka juga saudara kita yang memiliki hak dalam pengembangan wawasan dan keilmuan yang diselenggarakan oleh Profesi.  Hal yang demikian, menurut catatan Bung Hariri, menjadi “PR” berikutnya bagi PARI untuk bisa mencarikan solusi terbaiknya.

AGENDA ACARA

Pertanyaan kritis yang diajukan Bung Hariri adalah: lebih banyak kongkow-kongkow atau sesion ilmiah? Mayoritas komentator berpendapat, akan berpulang pada pribadi masing-masing peserta.

Dalam pengamatan dan pengalaman penulis selama mengikuti kegiatan PARI, sebenarnya PARI terlihat telah sungguh-sungguh berusaha maksimal memberikan yang terbaik. Parameter yang dipakai adalah jadwal acara yang sudah dicanangkan, menurut penilaian Penulis, relatif lebih dari cukup baik.

Dan patut disadari, mengakomodir aspirasi anggota yang berlatar belakang heterogen dalam sebuah kegiatan memang menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk tidak menyebut istilah sulit. Penggunaan tema-tema “dari pemeriksaan konvensional sampai imaging” kerap dipakai PARI, Penulis berpendapat merupakan upaya PARI supaya dapat menjembatani anggotanya dari yang masih gatek (gagap teknologi) oleh karena kondisi, maupun bagi peserta yang sudah lihai di ranah IT (Information Technology). Oleh karena itu, bagi Penulis, hal yang demikian sangat-sangat bisa dimaklumi.

Namun demikian, satu hal yang patut menjadi sorotan adalah kesiapan Nara Sumber (atau Panitia) dalam mendokumentasikan makalah yang akan dipresentasikan. Tahun 2004 (Seminar Nasional di Hotel Accacia-Jakarta) dan 2006 (Seminar Internasional di Hotel Grasia-Semarang) telah mampu menerbitkan sebuah modul/buku yang ditulis oleh pemateri lengkap dengan daftar  pustakanya (Penulis sangat apresiatif atas ikhtiar ini). Tetapi pada tahun 2010 (Seminar Nasional di Pekan Baru), mengalami penurunan kualitas yang sangat signifikan.

Penulis berani menyebut demikian, hal ini dengan indikasi diantaranya selain buku modul tidak ada (hanya copy CD Presentasi), Seminar Kit yang biasanya dimasukkan dalam tempat/tas cantik yang ekslusif (ada tertera cetakan yang mengabadikan jenis dan waktu kegiatan sebagai kenang-kenangan) di Riau tidak mampu mewujudkan. Disamping, tempat arena kegiatan yang berpindah secara mendadak  juga adanya beberapa mata acara yang mengalami perubahan dengan tanpa perhitungan matang (sorry ini penilaian subjektif Penulis, mudah-mudahan tidak keliru).

Nah, pola ketidakmatangan dan kecermatan Panitia dalam mengelola agenda acara akan menjadi celah bagi peserta untuk kongkow-kongkow. Walaupun pada dasarnya, sekali lagi kembali pada jati diri dan pribadi masing-masing peserta. Hanya saja, kalau Panitia bisa mengeliminir akan hal itu, kenapa tidak?

SEBUAH USULAN: Model Seminar Murah
Kegelisahan akan kebutuhan Seminar berbiaya murah sudah dirasakan sejak lama. Sehubungan dengan itu, Allahu yarham Nova Rahman (Pendiri situs ‘Tempat Nongkrongnya Radiografer se-Indonesia’) pada saat menjelang Seminar Nasional di Banten (2008) pernah menulis usulan konsep seminar radiologi berbiaya murah.

Lebih lengkap usulan beliau saya copy dari Site Radiografer.Net sebagai berikut:

1. Seminar Radiologi sebaiknya dilakukan per Pengda masing-masing.

2. Jika ada Pengda yang pengurusnya sedikit atau kurang aktif, bisa ikut serta di Pengda terdekat yang mengadakan seminar radiologi ini.

3. Untuk menghemat biaya, seminar diadakan di tempat yang cukup besar namun tidak mahal sewanya, seperti aula RS, aula kampus dsb.

4. Pembicara yang qualified dan capable di undang di Pengda yang mengadakan seminar tersebut (lebih murah mengundang pembicara, daripada semua peserta seminar se-Indonesia yang datang ke suatu tempat).

5. Seminar dilaksanakan seharian penuh (dari pagi sampai sore atau bahkan menjelang maghrib), ini dimaksudkan supaya waktunya bisa lama dan tidak ada pengeluaran extra untuk penginapan dan makan malam.

6. Sertifikat diberikan oleh Panitia penyelenggara dengan Mengetahui Ketua PARI Pusat, sehingga sertifikatnya bisa diakui secara nasional.

7. Jika pemberdayaan Pengda berjalan seperti ini, maka saya yakin setiap Pengda di Indonesia akan semakin kreatif untuk mengadakan acara dan kegiatan di Pengda nya masing-masing.

Demikian sekedar coretan yang berusaha merangkum diskusi yang mula-mula diprakarsai oleh Bung Hariri. Terimakasih kepada semua pihak yang telah turut berkontribusi. Tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk merendahkan atau mengecilkan pihak manapun. Terhadap sisi positif yang telah dilakukan PARI kami mengucapkan terimakasih, bila ada yang kurang, kami menganggapnya sebagai peluang untuk lebih bisa berjuang. Kami bangga pada PARI, jayalah Radiografer Indonesia. Terimakasih.

Selasa, 01 Maret 2011

KOMPENSASI TUNJAGAN BAHAYA RADIASI (TBR)
BAGI PETUGAS YANG BEKERJA DI MEDAN RADIASI
Oleh:  Muhammad Naufal Hamdi Dipl.Rad.

Tunjangan Bahaya Radiasi (TBR) dewasa ini menjadi berita hangat dikalangan petugas yang bekerja di medan radiasi, karena ada kemungkinan upaya kenaiakan bahkan sudah dalam peroses dan kekhususan tunjagan ini dari kompensasi bagi tenaga penunjang medis dan pekerja radiasi di rumah sakit atau  Institusi yang mengunakan radiasi sebagai media untuk bekerja. Karna ruang lingkup KEPRES yang dianggap tidak menyeluruh hal ini terwujud hanya di Rumah Sakit atau fasilitas milik pemerintah (PNS), walaupun hal tersebut didukung oleh sebuah Keputusan Presiden RI dan dilanjutkan dengan dikeluarkanya SK Men.Kes. RI. masih banyak yang belum memberikan kompensasi tunjangan bahaya radiasi khususnya bagi pegawai swasta, BUMN dan Magang/Kontrak/Honorer Akan tetapi hal ini juga banyak di ikuti oleh sebagian Rumah Sakit Suwasta & klinik lainya di Indonesia yang mengerti akan Kepres dan SK tesebut, karena mereka menyadari akan pentingnya masalah ini dengan memberikan  kompensasi efek radiasi terhadap petugas yang bekerja di medan radiasi. Kami sadar karena ini sebuah konsekuwensi logis yang harus di jalani sebagai tenaga kesehatan, akan tetapi hal ini mungkin tidak sebanding dari efek yang diterima sehingga harus ditinjau kembali untuk disesuaikan guna adanya peningkatan, apalagi jangka waktu efek stokastik radiasi yang  timbul pada masa 2-30 tahun yang akan datang.

Radiasi bisa menyebabkan efek yang sangat parah. Untuk itu jangan pernah mengabaikan efek paparan radiasi. Pancaran gelombangnya punya daya tembus besar hingga mencapai organ dalam dalam waktu yang singkat. Paparan radiasi bisa sangat berbahaya karena dapat mengangganggu proses normal sel. Hanya paparan dosis rendah yang oleh tubuh masih dapat digantikan sel-selnya.

Sejarah mencatat efek radiasi paling besar adalah saat pesawat perang Amerika menjatuhkan bom nuklir di kota Hiroshima, Jepang pada 6 Agustus 1945. Saat itu diperkirakan 80.000 orang terbakar. Tapi dalam bulan-bulan berikutnya, ada 60.000 orang lainnya meninggal karena efek radiasi.

Begitu juga dengan ledakan reaktor nuklir di Chornobyl, Ukraina pada April 1986. Saat kejadian hanya dua pekerja yang tewas. Tetapi pada hari-hari berikutnya, lebih dari 30 nyawa terkena paparan radiasi. Bahkan Badan Tenaga Atom Internasional Chornobyl mengatakan sedikitnya 4.000 orang meninggal atau akan meninggal terkena kanker akibat radiasi. WHO memperkirakan 9.000 orang terkena penyakit akibat ledakan tersebut.

Seperti dikutip dari CBC, Senin (1/3/2010), semakin besar dosis paparan yang diterima seseorang, maka kemungkinannya untuk hidup akan semakin kecil. Penyebab kematian dalam banyak kasus adalah kerusakan sumsum tulang, yang menyebabkan infeksi dan pendarahan.

Paparan radiasi ini bisa berasal dari makanan, air, sinar matahari, tembakau, televisi, sinar-X, detektor asap, material bangunan dan scanner tubuh di bandara.

Dosis dari rongent sinar-X terlalu rendah untuk menyebabkan penyakit radiasi. Sedangkan dosis pengobatan kanker mungkin cukup tinggi untuk menyebabkan beberapa gejala penyakit radiasi. Emisi dari ponsel dan microwave juga rendah.

Penyakit radiasi atau dikenal sebagai sindrom radiasi akut (acute radiation syndrome/ARS) terjadi setelah terkena paparan radiasi dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat.

Gejala awalnya seperti iritasi kulit, mual, muntah, deman tinggi, rambut rontok dan kulit terbakar. Gejala lainnya adalah diare, lemah, lelah, kehilangan nafsu makan, pingsan, dehidrasi, peradangan jaringan, perdarahan dari hidung, mulut, gusi atau dubur dan anemia.

Orang yang terkena radiasi bisa mengalami ARS hanya bila terkena radiasi dosis tinggi. Gejala awal mulai terasa dalam hitungan menit atau hari setelah terkena paparan dan mungkin akan berkala. Tahap serius berlangsung beberapa jam atau beberapa bulan.

Orang yang keracunan radiasi biasanya menunjukkan kerusakan pada kulit setelah beberapa jam terkena paparan. Kerusakannya seperti bengkak, gatal-gatal dan kulit kemerahan seperti tersengat matahari.

Berikut tiga jenis radiasi pengion:

1. Radiasi sinar alpha Memiliki daya tembus paling kecil dan tidak berbahaya, kecuali jika tertelan. Partikel alpha diemisikan oleh inti radioaktif seperti uranium atau radium. Ketika terjadi peluruhan, inti melepaskan energi

2. Radiasi sinar beta. Dapat menembus kulit, menyebabkan kerusakan kulit dan kerusakan organ internal jika tertelan. Partikel beta memiliki energi yang besar, elektron dengan kecepatan tinggi atau positron yang diemisikan oleh inti radioaktif tertentu seperti potassium-40.

3. Radiasi sinar gamma Memiliki daya tembus sangat besar. Sinar gamma digambarkan sebagai cahaya dengan frekuensi dan energi tertinggi dalam spektrum elektromagnetik. Sinar gamma memiliki radiasi pengion berenergi tinggi sehingga menyebabkan kulit terbakar, melukai organ dalam dan menyebabkan efek jangka panjang.

Pengobatan pada penyakit radiasi dirancang hanya untuk meringankan tanda-tanda dan gejalanya. Hal ini tidak dapat membalikkan efek paparan radiasi.

Dokter mungkin menggunakan obat anti-mual dan obat penghilang rasa sakit untuk menghilangkan tanda-tanda dan gejala dan antibiotik untuk memerangi infeksi sekunder. Transfusi darah mungkin diperlukan untuk mengobati anemia.

Pada hakekatnya respon tubuh terhadap Efek Biologi akibat radiasi α β µ ataupun radiasi lainnya  berubah fungsi dan atau morfologi yang terdeteksi sebagai akibat pemberian dosis radiasi pada jangka waktu tertentu serta pancaran radiasi hambur yang terkena oleh petugas yang bekerja di medan radiasi yang akan mengakibatkan respon sel tubuh terhadap bahaya tersebut terjadi sebagai berikut:
  • Intersphase Death ( mati sebelum berkembang)
  • Biasanya terjadi pada sel yang tidak mengalami pembelahan dan berumur panjang (sel matang), sel yang sedang membelah dengan cepat. Sehingga gejalanya timbul beberapa jam setelah diradiasi (tetapi khususnya terjadi setelah beberapa hari), dan ini terjadi karena perubahan biokimia sel.
  • Division Delay (telat perkembangan)
  • Biasanya disebabkan oleh terjadinya peroses kimia tubuh oleh radiasi. Yang mengakibatkan protein untuk mitosis tidak disintesa oleh sel sehingga sintesa DNA tidak merata yang terjadi pada saat proses mitosis (pada tahap perkembangan ke2 à G2) dan mulai terjadi pada dosis rendah
  • Reproductive Failure
  • Biasanya terjadi penurunan kemampuan sel untuk membelah diri dan pertambahan hidup. Akibatnya kondisi sel tersebut tidak mampu lagi membelah diri walaupun masih hidup. Mulai terjadi secara exponensial setelah dosis > 150 rad adan bisa dipengaruhi oleh nilai LED (Linier Energi Tranfer)

Efek Biologi Radiasi

A.  Efek Somatik     :   Efek yang timbul pada indifidu yg terkena radiasi
- Efek Somatik Stokastik :   Peluang terjadi sebanding dengan dosis yang di terima tanpa ada ambang batas atau efek karsinogen
- Efek Somatik Non-stokastik :  Keparahan akibat radiasi bergantung besar dosis yg diterima; ada ambang batas karna dibawah dosis ambang gejala tidak
+ Timbul Lekemia masa laten 2–25 th
+  Ca Thyroid masa laten 10–30th
B. Genetik : Keturunan orang yg terkena radiasi (kerusakan kromosom gen)
C. Teratogenik : Cacat bawaan / kematian karena janin terkena radiasi


BESAR DOSIS DAN SAAT TIMBULNYA GEJALA KLINIS

DOSIS                   GEJALA                                                                  SAAT TIMBULNYA
3 – 10  Gy              Erythema (kulit kemerahan)                                        14 –21 hari
> 3 Gy                    Epilapsi (rambut rontok)                                             14 – 18 hari
8 – 12 Gy               Radang kulit kering (terkelupas, rasa raba hilang)        25 – 30 hari
15 – 20 Gy             Radang kulit basah (tukak)                                         20 – 28 hari
15 – 25 Gy             Pemnbentukan gelembung berisi cairan                       15 – 25 hari
> 20 Gy                  Pembentukan tukak                                                   14 – 21 hari
> 25 Gy                  Nekrosis (kematian jaringan)                                       > 21 hari



SINDROMA RADIASI AKUT

DOSIS               GEJALA                            SAAT TIMBUL                       PELUANG HIDUP
<  1 Gy             Infra klinik                                       x                                                   x

 1 – 2 Gy           Ringan dan Tak Khas:  
                        Mual,Lelah,Muntah,
                        Sakit Kepala                               3  -  6  jam                                      Besar

2 – 6  Gy           Ganguan / Kerusakan
                        Organ Pembuat darah                 2 -  6  minggu
                       (Anemia, Infeksi,Perdarahan)                                                          Sedang/Kecil

7 -  10  Gy         Gangguan / Kerusakan
                        Saluran Pencernaan                     1 -  2  minggu
                        (Diare,  Muntah-muntah, Muntah Darah)                                        Kecil sekali

> 20 Gy             Gangguan / Kerusakan
                        Susunan Syaraf                            Beberapa jam / hari
                        (Kejang, Mengigau, Disorientasi, Koma)                                        Praktis tidak ada


Jika terjadi kecelakaan dimana definisi kecelakaan adalah Suatu kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan  ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontamisasi yang melampaui batas keselamatan. Maka kita sebagai petugas yang bekerja di medan radiasi yang melaksanakan tugas tersebut akan dirugikan yang mungkinkan menimbulkan Efek Biologi akibat radiasi α β µ ataupun radiasi lainnya.


Potensi Bahaya Kesehatan dan Dampaknya :
  1. Faktor mesin : cedera, trauma, cacat
  2. Fisiologik : gangguan muskuloskeletal, low back pain, kecelakaan (fatique).
  3. Fisik : gangguan neuro vaskular, hearing loss efek radiasi.
  4. Kimia : intoksikasi, alergi, kanker.
  5. Biologik : infeksi, alergi.
  6. Psikologik : stress, dipresi
  7. Psikososial : konflik, persaingan negatif
Nilai Batas Dosis (NBD) : Dosis terbesar yang diizinkan oleh Badan Pengawas yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetic dan somatic yang berarti (fatal) akibat pemanfataan tenaga nuklir.

Jenis penyinaran                                                                      Maksimal

 1.  Seluruh tubuh/thn                                                                50mSv (5rem)

2.  Abdomen wanita usia subur/mg                                            13mSv

3.  Wanita hamil/thn                                                                  10mSv

4.  NBD penyinaran lokal                         

- Dosis Efektif / tahun                                                                50mSv    

- Dosis rata-rata tidak lebih                                                       500 mSv        

- Lensa mata / thn                                                                     150mSv    

- Kulit, ekstremitas / thn                                                            500mSv

5.  Penyinaran khusus direncanakan                                           2 NBD

     -  Seumur hidup                                                                   5 NBD

             *  Mendapat izin dari PIA;

             *  1 thn sebelumnya tdk pernah menerima                     1 NBD;

             *  Tdk utk wanita subur dan menolak.

6.  Masyarakat umum,
  • Seluruh tubuh/thn                                                                1/10 NBD
  • Lokal/thn                                                                             50mSv.
7. Anggota masyarakat secara keseluruhan: 

    Protection International Agency menjamin serendah mungkin, memperhatikan dosis genetik;

8. Dosis maksimum bagi magang/siswa:
  • 18 thn+:                                                                      < NBD pekerja radiasi/thn;
  • 16-18 thn:                                                                   < 0,3 NBD pekerja radiasi/thn;
  •  <16 thn:                                                                     < 0,1 NBD masy. umum/thn dan < 0,01 NBD masy.umum/penyinaran.



Kep No. 01 rev.1/Ka-BAPETEN/III-01:
  • Penerimaan dosis yg tidak boleh dilampaui per thn
  • Tidak bergantung laju dosis, interna / eksterna;
  • Tidak termasuk penyinaran medis & alami;
  • Pekerja radiasi tidak boleh berusia < 18 thn.
  • Pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi dg risiko kontaminasi tinggi. KETENTUAN NBD (Keputusan Ka Bapeten No. 01/Ka-BAPETEN/V-99)
Penyakit Akibat Radisi 

1. Radiodismatitis
  • Peradangan kulit akibat penyinaran local dosis tinggi ( diatas 30 sv)
  • Kemerahan pada kulit, masa tenang  3 minggu 
2. Katarak
  • Kerusakan mata disis diatas 5 sv
  • Masa tenang 5-10 tahun  
3. Sterilitas
  • Penyinaran pada kanntung kelamin 0,15 sv
  • Pengurangan kesuburan= kemandulan
4. Sindroma radiasi akut
  • Penyinaran seluruh tubuh (>1gy) sekaligus.laju dosis dandaya tembus besar.
  • Mual, muntah,demam,rasa lelah,sakit kepala,diare diikuti masa tenang 2-3 minggu
  • Nyeri perut, diare, pendarahan, anemia, infeksi kematian.
Dengan terjadinya efek nonstokastik yang membahayakan maka petugas yang bekerja di medan radiasi perlu memahami prinsip-prinsip proteksi radiasi sehingga membatasi akan kemungkinan terjadinya infeksi dan efek stokastik sampai pada nilai batas yang diterima. Sehingga kita yakin bahwa pekerjaan atau kegiatan yang berkaitan dengan medis dan penyinaran radiasi dapat dibenarkan.

Hak dan Kewajiban Pekerja
1.      Mempunyai hak mendapatkan informasi bahaya dan risiko dari pekerjaannya.
2.      Mendapatkan pelatihan.
3.      Mendapatkan perlindungan asuransi, termasuk penyediaan APD.
4.      Mendapatkan konsultasi terhadap bahaya.
(Konvensi ILO di bidang K3)

Dari kemungkina gejala yang akan timbul dan terjadi sebagai bagian dari resiko pekerja dan kompensasi yang yang seharusnya di diterima karena hal ini memungkinkan menimbulkan Efek Biologi akibat radiasi α β µ ataupun radiasi lainnya. Maka tentula petugas yang bekerja di medan radiasi harus waspada dan pastinya berharap akan akan menuntut tunjangan bahaya Radiasi (TBR) bagi tenaga kesehatan sebagai salah satu kopensasi dari bahaya yang disesuaikan akibat efek tersebut.

Hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula wani’mannasir, waspadalah...waspadalah...Semoga Allah SWT melindungi dan memberi keselamatan bagi kita semua dalam bekerja. amien

Daftar Pustaka:
  • Kutipan materi K-3 Workshop QA Prosessing Film BPFK Dep Kes Jakarta, tahun 2009
  • Kutipan materi Proteksi Radiasi Poltekes Dep.Kes. Jakarta, tahun 2009
  • Kutipan materi Radiobiologi Pusat kajian Radiografi & Imaging (PUSKARADIM)